Monday, 27 June 2011

Patung modern dan klasik di Indonesia


http://www.villamerah.web.id/images/gal/107-bimbingan-belajar-villa-merah-proses-buat-patung-tanah-liat.jpg



format pdf
DR - Proses pembuatan patung dikenal dengan nama membentuk. Yaitu mewujudkan ide dan gagasan ke dalam wujud tiga dimensional.



Kegiatan membentuk bahan lunak (tanah liat) yang sudah umum dikenal dalam proses pembuatan keramik adalah:
1. Teknik Lintingan (Coils & Slab); dengan menyusun lintingan-lintingan kecil.
2. Teknik Pijitan (Pin); menyusun keratan lempengan bahan sesuai dengan rencana pematung.
3. Teknik Butsir, mengurangi sedikit demi sedikit menggunakan sudip hingga bahan terbentuk.
4. Teknik Putar, menggunakan alat kickwell/handwell

Kegiatan membentuk bahan lunak, tergantung bahan yang digunakan. Bahan balok sabun dapat menggunakan teknik Butsir, bahan bubur kertas memungkinkan dengan metode pinc. Dalam proses pembuatan patung, teknik pembuatannya tidak perlu terpaku pada salah satu teknik. Tidak menutup kemungkinan ada teknik baru hasil penemuan sendiri dan menghasilkan karya yang berkualitas. Namun demikian, pengetahuan tentang teknik mutlak diperlukan.

Jenis Aliran Seni Patung
Pada jaman klasik Yunani perkembangan seni patung begitu pesat hingga terkenal nama-nama pematung seperti: Phidias, Myron, Polikleitos, Praxiteles, Lysipos, dll. Dari karya mereka itu terdapat karya yang mencapai nilai kesempurnaan yang diantaranya gaya “S” yaitu penggambaran patung wujud manusia yang menyerupai huruf S, sehingga berkesan wajar dan dinamis. Karena nilai keindahannya maka hampir semua karya patung bangsa Yunani, dilestarikan oleh bangsa Romawi dalam bentuk patung-patung tiruan. Begitulah perkembangan Seni Patung Klasik yang bertahan hingga jaman modern dewasa kini.

Baca Juga:

Peninggalan-peninggalan purbakala, seperti bangunan-bangunan candi, patung-patung, prasasti-prasasti, dan ukiran-ukiran pada umumnya menunjukkan sifat kebudayaan Indonesia yang dilapisi oleh unsur-unsur Hindu-Buddha. Administrasi pemerintahan Jawa Kuno menunjukkan perbedaan-perbedaan dengan di India. Candi-candi di Jawa, di Sumatra, dan di Bali ternyata tidak ada yang menunjukkan prototipe candi-candi di India. Lebih-lebih apabila kita perhatikan bentuk-bentuk candi di Jawa Timur, antara lain, candi Jago atau Tumpang, Panataran, Sukuh, dan Penanggungan, semuanya mengingatkan kita kepada punden-punden berundak megalit zaman pra—Hindu. Kecuali itu, beberapa seni pahat dan hias dari kebudayaan Indonesia-Hindu seperti patung-patung candi Sukuh, patung-patung corak “Pajajaran”, pola hiasan segitiga tumpul, pilin tunggal, dan berganda merupakan contoh yang masih mengingatkan kepada tradisi pahatan patung-patung megalit dan kebudayaan perunggu-besi, sebelum kedatangan pengaruh kebudayaan India.

Fungsi candi-candi Indonesia—Hindu adalah antara lain sebagai tempat penguburan abu jenazah raja-raja. Raja-raja yang meninggal dibuatkan patung dan perwujudannya melambangkan dewa-dewa yang mereka puja semasa hidupnya. Candi Borobudur yang bertingkat sepuluh mungkin merupakan tempat pemujaan dan perlambangan raja-raja dinasti Sailendra.

Masyarakat Indonesia—Hindu menganggap rajanya sebagai dewa yang memerintah di dunia. Kultus Dewa Raja pada zaman pengaruh kebudayaan India tidak hanya terdapat di Indonesia, tetapi juga di masyarakat kerajaan-kerajaan tradisional di dataran Asia Tenggara seperti di Kamboja dan Campa. Gelar-gelar kedewaan diberikan kepada raja-raja terutama setelah mereka meninggal dunia. Kepercayaan demikian menunjukkan adanya hubungan dengan tradisi kepercayaan pada masa pra-Hindu, ketika mereka menuju ruh-ruh nenek moyang yang biasanya diwujudkan dalam patung-patung dan menhir-menhir di atas punden-punden berundak. Pembuatan patung-patung megalit masih dilakukan pula pada beberapa masyarakat hingga kini misalnya di Nias dan Flores.”

Pada jaman modern dewasa ini, seniman patung tidak lagi berpikir seperti pada jaman klasik, yang berpegang teguh pada aturan yang sudah baku. Seperti halnya Seni Lukis, dalam Patung pun pembuat karya (seniman) selalu menjelmakan karya-karyanya dengan berbagai pertimbangan ide dan gagasan. Dalam hal ini lahirlah aliran-aliran.

Dalam seni Patung, terdapat aliran-aliran yang di antaranya:
1. Simbolisme; memiliki makna perlambangan.
2. Kontruktivisme; penggambaran patung dalam bentuk-bentuk serba geometris.
3. Robot Art; bentuk patung yang divisualisasikan secara kaku dan statis.
4. Mobile Sculpture Art; bentuk patung yang dapat digerakan/bergerak
 contohnya Wayang Golek.

Struktur Unsur-Unsur Patung
Tidak ada karya seni yang indah, terlepas dari aturan (komposisi) tata letak. Elemen-elemen karya yang ada dalam karya tersebut itulah yang melahirkan nilai keindahan. Dalam sebuah patung abstrak pengaturannya terfokus pada elemen-elemen pokok. Elemen dasar yang ditata dalam sebuah patung abstrak diantaranya: garis, warna, bentuk, ruang, tekstur dan terang gelap.

Patung realistis, jika dibuat oleh siswa yang baru belajar (pemula), banyak yang nilai keindahannya terganggu oleh ukuran perbandingan antara bagian yang tidak sesuai. Untuk itulah maka pengetahuan tentang proporsi mutlak diperlukan. Untuk menciptakan karya seni patung yang indah, perlu pengetahuan tentang komposisi (tata letak) penataan elemen karya seni patung, harus memperhatikan hal-hal di bawah ini:
1.Balance; adalah keseimbangan bobot masa berdasarkan kepekaan estetika.
2.Karakteristik; watak perwujudan berdasarkan pemanfaatan bahan dan teknik.
3.Bentuk/Dimensi; dapat dirasakan keindahannya dari semua sudut pandangan.
4.Gerak/Ritme; memiliki irama yang tidak membosankan.
5.Proporsi; ukuran perbandingan ukuran antara bagian-bagian.
6.Harmoni dan Kesatuan; elemen satu dengan yang lain saling mendukung nilai keindahan.
7.Aksentruasi; pusat perhatian.
BeSmart

-Semoga Bermanfaat-

Ukiran Indonesia

Format pdf
DR - Seni ukir atau ukiran merupakan gambar hiasan dengan bagian-bagian cekung (kruwikan) dan bagian-bagian cembung (buledan) yang menyusun suatu gambar yang indah. 


Pengertian ini berkembang hingga dikenal sebagai seni ukir yang merupakan seni membentuk gambar pada kayu, batu, atau bahan-bahan lain. Bangsa Indonesia mulai mengenal ukir sejak zaman batu muda (Neolitik), yakni sekitar tahun 1500 SM. Pada zaman itu nenek moyang bangsa Indonesia telah membuat ukiran pada kapak batu, tempaan tanah liat atau bahan lain yang ditemuinya. Motif dan pengerjaan ukiran pada zaman itu masih sangat sederhana. Umumnya bermotif geometris yang berupa garis, titik, dan lengkungan, dengan bahan tanah liat, batu, kayu, bambu, kulit, dan tanduk hewan. Pada zaman yang lebih dikenal sebagai zaman perunggu, yaitu berkisar tahun 500 hingga 300 SM. Bahan untuk membuat ukiran telah mengalami perkembangan yanitu menggunakan bahan perunggu, emas, perak dan lain sebagainya. Dalam pembuatan ukirannya adalah menggunakan teknologi cor. Motif-motif yang di gunakan pada masa zaman perunggu adalah motif meander, tumpal, pilin berganda, topeng, serta binatang maupun manusia. Motif meander ditemukan pada nekara perunggu dari Gunung merapi dekat Bima. Motif tumpal ditemukan pada sebuah buyung perunggu dari kerinci Sumatera Barat, dan pada pinggiran sebuah nekara (moko dari Alor, NTT. Motif pilin berganda ditemukan pada nekara perunggu dari Jawa Barat dan pada bejana perunggu dari kerinci, Sumatera. Motif topeng ditemukan pada leher kendi dari Sumba. Nusa Tenggara, dan pada kapak perunggu dari danau Sentani, Irian Jaya. Motif ini menggambarkan muka dan mata orang yang memberi kekuatan magis yang dapat menangkis kejahatan. Motif binatang dan manusia ditemukan pada nekara dari Sangean. Setelah agama Hindu, Budha, Islam masuk ke Indonesia, seni ukir mengalami perkembangan yang sangat pesat, dalam bentuk desain produksi, dan motif. Ukiran banyak ditemukan pada badan-badan candi dan prasasti-prasasti yang di buat orang pada masa itu untuk memperingati para raja-raja.

Baca Juga:

Bentuk ukiran juga ditemukan pada senjata-senjata, seperti keris dan tombak, batu nisan, masjid, keraton, alat-alat musik, termasuk gamelan dan wayang. Motif ukiran, selain menggambarkan bentuk, kadang-kadang berisi tentang kisah para dewa, mitos kepahlawanan, dll. Bukti-bukti sejarah peninggalan ukiran pada periode tersebut dapat dilihat pada relief candi Penataran di Blitar, candi Prambanan dan Mendut di Jawa Tengah. Saat sekarang ukir kayu dan logam mengalami perkembangan pesat. Dan fungsinyapun sudah bergeser dari hal-hal yang berbau magis berubah menjadi hanya sebagai alat penghias saja. Motif-motif pada ukiran kayu meliputi motif Pejajaran, Majapahit, Mataram, Pekalongan, Bali, Jepara, Madura, Cirebon, Surakarta, Yogyakarta, dan berbagai macam motif yang berasal dari luar Jawa.
BeSmart

-Semoga Bermanfaat-