SEJARAH SULAWESI SELATAN
Provinsi Sulawesi Selatan dibentuk tahun 1964. Sebelumnya Sulawesi
Selatan tergabung dengan Sulawesi Tenggara di dalam Provinsi Sulawesi
Selatan-Tenggara. Pembentukan provinsi ini berlandaskan pada
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964
Periode terpenting sejarah Sulawesi Selatan adalah pada abad ke 14.
Pada saat itu berdiri kerajaan-kerajaan yang cukup terkenal, seperti
Kerajaan Luwu di bawah pemerintahan dinasti Tomanurung Simpuru Siang,
Kerajaan Gowa, Kerajaan Bone di bawah dinasti ManurungE, Kerajaan
Soppeng di bawah pemerintahan Raja To ManurungE ri Dekkannyili, dan
Kerajaan Tallo dengan raja pertamanya KaraEng Loe ri Sero.
Pada tahun 1538, Gowa mulai bersentuhan dengan orang-orang Eropa. Pada tahun tersebut bangsa Portugis mendarat di Bandar Niaga Makassar dan menghadap Raja Gowa IX Tumapa’risi Kallona. Kadatangan bangsa Eropa ini selain untuk tujuan berdagang juga melakukan penyebaran agama Katolik, misalnya dilakukan oleh Antonio de Payya yang menyebarkan Katolik di Parepare.
Pada tahun 1538, Gowa mulai bersentuhan dengan orang-orang Eropa. Pada tahun tersebut bangsa Portugis mendarat di Bandar Niaga Makassar dan menghadap Raja Gowa IX Tumapa’risi Kallona. Kadatangan bangsa Eropa ini selain untuk tujuan berdagang juga melakukan penyebaran agama Katolik, misalnya dilakukan oleh Antonio de Payya yang menyebarkan Katolik di Parepare.
Pada tahun 1562 terjadi peperangan yang dahsyat antara kerajaan Bone
dan Gowa. Raja Gowa menyerang Bone karena merasa telah dicampuri urusan
dalam negerinya. Pada akhir perang, pasukan Bone berhasil memaksa
pasukan Gowa mundur setelah melukai raja mereka. Kurang lebih dua tahun
setelah peperangan tersebut, raja Gowa Tunipallangga kembali menyerang
Bone. Namun dalam peperangan, raja Gowa jatuh sakit dan terpaksa mundur
dan kembali ke Gowa. Dia meninggal dunia sesampainya di Gowa. Peperangan
melawan Bone dilanjutkan oleh penerusnya, yaitu, I Tajibarani.
Tajibarani akhirnya tewas dalam peperangan itu. Perang kemudian diakhiri
dengan perundingan damai yang dikenal dengan “Ulukanaya ri Caleppa”.
Bone mendapat semua daerah di sebelah utara sungai Tangka, serta semua
daerah di sebelah timur sungai Walanae sampai di Ulaweng dan wilayah
Cenrana.
Kesenian Sulawesi Selatan
Kesenian Sulawesi Selatan di kenal sebagai kebudayaan tinggi dalam
konteks kekinian. Karena pada dasarnya, seni tidak hanya menyentuh aspek
bentuk (morfologis), tapi lebih dari itu dia mampu memberikan
konstribusi psikologis. Disamping memberikan kesadaran estetis, juga
mampu melahirkan kesadaran etis. Diantara kedua nilai tersebut, tentunya
tidak terlepas dari sejauhmana masyarakat kesenian (public art) mampu
mengapresiasi dan menginterpretasikan makna dan simbol dari sebuah pesan
yang dituangkan dalam karya seni.
Berbicara tentang estetika, seolah kita terjebak pada suatu narasi yang menghantarkan kita pada pemenuhan pelipur lara semata, misalnya: gaya hidup, hiburan dan relaksasi. Kita lupa bahwa seni merupakan variabel yang dapat membentuk kesadaran sosial sekaligus kesadaran religius masyarakat. Di Sulawesi Selatan, nilai kekhasan kesenian dapat dikatakan sebagai sebuah wasiat kebudayaan yang menggiring kita pada lokal values (kearifan). Dibutuhkan pelurusan makna seni melalui aspek keilmuan agar dia tidak terjebak dalam arus kepentingan politik dan industri semata.
Berbicara tentang estetika, seolah kita terjebak pada suatu narasi yang menghantarkan kita pada pemenuhan pelipur lara semata, misalnya: gaya hidup, hiburan dan relaksasi. Kita lupa bahwa seni merupakan variabel yang dapat membentuk kesadaran sosial sekaligus kesadaran religius masyarakat. Di Sulawesi Selatan, nilai kekhasan kesenian dapat dikatakan sebagai sebuah wasiat kebudayaan yang menggiring kita pada lokal values (kearifan). Dibutuhkan pelurusan makna seni melalui aspek keilmuan agar dia tidak terjebak dalam arus kepentingan politik dan industri semata.
Klasifikasi Masyarakat Seni
Arnold Hausser, seorang filosof sekaligus sosiolog seni asal Jerman mengindentifikasi bahwa masyarakat seni terbagi menjadi empat golongan. Yang pertama: Budaya Masyarakat Seni Elit, yaitu masyarakat seni intelektual yang banyak memberikan konstribusi perkembangan seni dalam suatu daerah. Masyarakat seni elit inilah yang banyak memberikan literature dan kajian holistik agar perkembangan seni dapat berjalan sesuai dengan konteks keilmuan, termasuk pakar kesenian, akademisi dan kritikus seni. Kedua: Budaya Masyarakat Seni Populer, yaitu masyarakat seni intelektual yang hanya mengedepankan kepentingan subjektifitas terhadap kebutuhan estetik yang berjalan sesuai dengan konteks (zaman). Masyarakat seni ini biasanya terdapat dari golongan mapan yang dis-orientasi seni, misalnya dokter, pengusaha, dan politikus. Ketiga: Budaya Masyarakat Seni Massa. Yaitu budaya masyarakat golongan menengah kebawah, biasanya golongan ini hanya mementingkan aspek kesenangan dan mudah larut dalam perkembangan peradaban. Dia senantiasa menikmati hidangan produk-produk kesenian tanpa memikirkan dampak akibatnya terhadap masyarakat luas. Dan yang keempat: Budaya Masyarakat Seni Rakyat. Masyarakat seni ini terbentuk secara spontanitas melalui kepolosan. Golongan ini juga senantiasa mempertahankan wasiat seni para leluhurnya. Dari sinilah budaya masyarakat seni elit memperoleh referensi dan inspirasi dalam memperkaya kajian kesenian dalam aspek kebudayaan.
Arnold Hausser, seorang filosof sekaligus sosiolog seni asal Jerman mengindentifikasi bahwa masyarakat seni terbagi menjadi empat golongan. Yang pertama: Budaya Masyarakat Seni Elit, yaitu masyarakat seni intelektual yang banyak memberikan konstribusi perkembangan seni dalam suatu daerah. Masyarakat seni elit inilah yang banyak memberikan literature dan kajian holistik agar perkembangan seni dapat berjalan sesuai dengan konteks keilmuan, termasuk pakar kesenian, akademisi dan kritikus seni. Kedua: Budaya Masyarakat Seni Populer, yaitu masyarakat seni intelektual yang hanya mengedepankan kepentingan subjektifitas terhadap kebutuhan estetik yang berjalan sesuai dengan konteks (zaman). Masyarakat seni ini biasanya terdapat dari golongan mapan yang dis-orientasi seni, misalnya dokter, pengusaha, dan politikus. Ketiga: Budaya Masyarakat Seni Massa. Yaitu budaya masyarakat golongan menengah kebawah, biasanya golongan ini hanya mementingkan aspek kesenangan dan mudah larut dalam perkembangan peradaban. Dia senantiasa menikmati hidangan produk-produk kesenian tanpa memikirkan dampak akibatnya terhadap masyarakat luas. Dan yang keempat: Budaya Masyarakat Seni Rakyat. Masyarakat seni ini terbentuk secara spontanitas melalui kepolosan. Golongan ini juga senantiasa mempertahankan wasiat seni para leluhurnya. Dari sinilah budaya masyarakat seni elit memperoleh referensi dan inspirasi dalam memperkaya kajian kesenian dalam aspek kebudayaan.
Kebudayaan Sulawesi Selatan
Budaya Sulawesi Selatan Seni Kebudayaan Daerah Sulsel – Mengenal budaya propinsi Sulawesi Selatan berarti mengenal adat kebudayaan yang ada di seluruh daerah Sulawesi Selatan.
Budaya Sulawesi Selatan Seni Kebudayaan Daerah Sulsel – Mengenal budaya propinsi Sulawesi Selatan berarti mengenal adat kebudayaan yang ada di seluruh daerah Sulawesi Selatan.
Di Sulsel terdapat Banyak suku/etnis tapi yang paling mayoritas ada 3
kelompok etnis yaitu Makassar, Bugis dan Toraja. DEmikian juga dalam
pemakaian bahasa sehari-hari ke 3 etnis tersebut lebih dominan.
Kebudayaan yang paling terkenal bahkan hingga ke luar negeri adalah
budaya dan adat Tanah Toraja yang sangat khas dan sangat menarik.
Lagu daerah propinsi Sulawesi Selatan yang sangat populer dan sering
dinyanyikan di antaranya adalah lagu yang berasal dari Makasar yaitu
lagu Ma Rencong-rencong, lagu Pakarena serta lagu Anging Mamiri.
Sedangkan lagu yang berasal dari etnis Bugis adalah lagu Indo Logo,
serta lagu Bulu Alaina Tempe. Sedangkan lagu yang berasal dari Tana
Toraja adalah lagu Tondo.
Untuk rumah tradisional atau rumah adat di propinsi Sulawesi Selatan
yang berasal dari Bugis, Makassar dan Tana toraja dari segi arsitektur
tradisional ke tiga daerah tersebut hampir sama bentuknya. Rumah-rumah
adat tersebut dibangun di atas tiang-tiang sehingga rumah adat yang ada
di sana mempunyai kolong di bawah rumahnya. Tinggi kolong rumah adat
tersebut disesuaikan untuk tiap tingkatannya dengan status sosial
pemilik rumah, misalnya apakah seorang raja, bangsawan, orang berpangkat
atau hanya rakyat biasa.
Hampir semua masyarakat Sulsel percaya kalau selama ini penghuni
pertama zaman prasejarah di Sulawesi Selatan adalah orang Toale. Hal ini
di dasarkan pada temuan Fritz dan Paul Sarasin tentang orang Toale
(orang-orang yang tinggal di hutan/penghuni hutan).
Salah satu upacara adat yang terkenal yang terdapat di Sulawesi
Selatan ada di Tanah Toraja (Tator) Upacara adat tradisional tersebut
bernama upacara Rambu Solo (merupakan upacara dukacita/kematian).
Upacara Rambu Solo merupakan upacara besar sebagai ungkapan rasa
dukacita yang sangat mendalam.
Beberapa tarian yang ada di sulawesi selatan :
tari Pakkarena
tari Angin Mamiri
tari Paddupa
tari Pakkarena
tari Angin Mamiri
tari Paddupa
Pakaian Daerah Sulsel : Bugis dan Makassar : Baju Bodo dan Jas Tutup, Baju La’bu
Lagu Daerah Silawesi Slatan : Angin Mamiri, Ma Rencong,
Lagu Daerah Silawesi Slatan : Angin Mamiri, Ma Rencong,
OBJEK WISATA TERKENAL DI SUL-SEL
Fort Rotterdam
Salah satu benda cagar berarsitektur Belanda yang dilindungi adalah
bangunan yang ada didalam Benteng Rotterdam, benteng ini dibangun
sebagai basis pertahanan dipinggir lautan Makassar. Pada tahun 1545
ditempat ini berdiri dengan kokoh benteng gaya arsitek setempat yaitu
Kerajaan Gowa lalu kemudian dihancurkan oleh Belanda dan dibangunlah
benteng baru yang dapat kita lihat sekarang, peristiwa tersebut dicatat
dalam sejarah akibat adanya bentuk perjanjian Bungaya pada tahun 1667
yang didalangi oleh siasat Belanda. Sebagaian dari serpiha reruntuhan
tmbok benteng tidak direnovasi dengan alasan sebagai alat pembanding
dengan dinding yang direnovasi.
Pantai Losari
Keindahan pantai yang terletak di sebelah barat Makassar ini memang
sungguh mempesona, terlebih ketika matahari terbenam di senja hari.
Semburat merah jingga dari mentari yang akan rebah di kaki cakrawala
memantul pada laut di hadapan pantai Losari, membawa nuansa dan pesona
tersendiri bagi yang menyaksikannya. Beberapa perahu nelayan kecil
nampak di kejauhan, kian memperkaya warna senja yang luruh di sana. Dan
debur ombak yang menerpa lembut tanggul pantai bagaikan musik syahdu
yang membawa suasana terasa kian sentimental diiringi hembusan angin
sepoi-sepoi dari arah laut. Banyak fotografer yang mengabadikan kejadian
ini untuk menyimpan kenangan keindahannya, akan senyum senja Pantai
Losari., dan mungkin juga tempat curhat muda mudi , santai keluarga di
Pantai Losari.
Pantai yang juga merupakan landmark Kota Makassar ini memang menawarkan keindahan yang sangat eksotis, terutama saat menyaksikan pemandangan matahari terbenam ketika petang menjelang.
Pantai yang juga merupakan landmark Kota Makassar ini memang menawarkan keindahan yang sangat eksotis, terutama saat menyaksikan pemandangan matahari terbenam ketika petang menjelang.
Dahulu , sejumlah pedagang makanan bertenda berderet sepanjang kurang
lebih satu kilometer di pesisir Pantai Losari. Sampai-sampai ada yang
sempat menjuluki sebagai “meja makan terpanjang di dunia”. Hidangan yang
disajikan pun sangat beragam, namun kebanyakan didominasi oleh makanan
laut dan ikan bakar.
Salah satu hidangan khas dan unik di Pantai Losari adalah Pisang
Epe’. Jenis makanan ini berupa pisang mentah dibakar, lalu dibuat pipih
kemudian diberi kuah air gula merah. Untuk menambah aroma dan
kenikmatan, biasanya sang penjual menambahkan durian pada campuran kuah
gula merah tadi. Inilah makanan favorit saya sembari menikmati semilir
angin senja yang sejuk membelai tubuh.
Saat ini warung-warung tenda yang menjajakan makanan laut tersebut
telah dipindahkan ke sebuah tempat di depan rumah jabatan Walikota
Makassar yang juga masih berada di sekitar Pantai Losari.
Seusai menikmati senja, tak usah risau untuk mencari tempat mengisi
perut yang lapar. Dengan hanya berjalan kaki sekitar 5 menit dari Pantai
Losari, anda akan menemukan pusat jajanan “tanah Anging Mammiri” di
Pantai Laguna. Mulai sop konro, coto Makassar, sop Saudara, sop
pallubasa, pallu mara dan ikan bakar, pisang epe, es pisang ijo,
pallubutung, sari laut, bakso, nasi goreng, mie kering dan capcai bisa
Anda temukan pada ratusan gerobak yang mangkal di sana. Harganya pun
relatif murah
menikmati becak khas Makassar menyusuri sepanjang pinggir pantai. Sarana transportasi yang sudah hampir langka ini masih bisa kita jumpai di sana. Rasakan sensasi naik becak dengan kayuhan roda si “daeng” seraya menikmati hempasan angin lembut yang menerpa dari arah depan.
menikmati becak khas Makassar menyusuri sepanjang pinggir pantai. Sarana transportasi yang sudah hampir langka ini masih bisa kita jumpai di sana. Rasakan sensasi naik becak dengan kayuhan roda si “daeng” seraya menikmati hempasan angin lembut yang menerpa dari arah depan.
Pantai Losari tak hanya bergeliat di senja hari. Setiap minggu pagi,
di sepanjang Jalan Penghibur yang tepat berada di pinggir pantai, ramai
oleh orang yang berolahraga, mulai dari jogging, senam, bersepeda atau
hanya sekadar jalan-jalan menikmati segarnya udara pagi. Berbagai
jajanan dan aneka makanan tradisional tersedia, seperti bubur ayam,
bubur kacang ijo, empek-empek Palembang, es pallubutung, es pisang ijo,
soto ayam, gado-gado atau lontong sayur. Bagi Anda yang akan mencicipi
tidak perlu merogoh kocek dalam-dalam, cukup dengan Rp 4000 sampai Rp
6000 per porsi untuk setiap hidangan sarapan pagi ini.
Tidak terlalu sulit untuk mencapai Pantai Losari karena tempat ini
termasuk berada di pusat Kota Makassar. Sejumlah angkutan umum melintasi
jalur Jalan Penghibur yang berada di pinggiran Pantai Losari. Sejak
direnovasi pada 2006, Pantai Losari kian bersolek, semakin bersih dan
indah, sebagai salah satu ikon andalan pariwisata Kota Makassar.
Jadi tak lengkap rasanya, bila anda ke Makassar tidak mampir ke Pantai Losari dan menikmati segala romansanya
Jadi tak lengkap rasanya, bila anda ke Makassar tidak mampir ke Pantai Losari dan menikmati segala romansanya
Kebudayaan Masyarakat Sulawesi Tengah
Asal mula penduduk yang mendiami daerah Sulawesi Tengah dari
tradisi lisan di kecamatan Banawa, kabupaten Donggala di peroleh cerita
yang berbentuk mitos legendaris yang mengandung unsur-unsur pengaruhnya
agama islam. Menurut mitos tersebut asal nenek moyang mereka dari tanah
sanggamu (tanah senggama). Tanah sanggamu terdiri atas dua buah genggam
tanah, satu pria dan satu wanita. Mula-mula Tuhan menciptakan dari
segenggam tanah seorang laki-laki yang bernama Mulajadi dan segenggam
lainnya seorang wanita yang bernama Jaruantanah, yang belum memiliki
alat kelaminsempurna. Nanti Mulajadi lah yang membantu menyempurnakan
alat kelaminnya dengan menggunakan tulang rusuk kirinya, lalu mereka
menjadi suami istri. Dua orang inilah yang menurut cerita itu menurunkan
penduduk atau penghuni Sulawesi Tengah.Para orang tua pemberi informasi di atas masih menyimpan dan menggenggam tanah tersebut yang di peroleh dari warisan turun-temurun sebagai benda pusaka keramat. Pada umumnya yang menyimpan tanah atau batu (disebut batu karena telah lamanya penyimpanan tanah sehingga mengeras menyerupai dua buah batu) tersebut merupakan keturunan dari penguasa-penguasa kerajaan yang terbilang sesepuh.
Di pantai timur propinsi Sulawesi Tengah tepatnya di teluk Tomini di jumpai suku bangsa yang bahasanya sedikit lain dari bahasa Ledo dan bahasa Poso (Bare’e). mereka itu di namakan suku Tomini yang terdiri atas dua suku yaitu suku Tialo dan suku Lauje. Pada masyarakat ini di temui satu kepercayaan bahwa asal mula kejadian hidup ini ialah di suatu tempat di atas Pegunungan Palasa bernama Lembo Dayoan. Asal kejadiannya menurut cerita karena pertemuan langit dan bumi. Karena banyak kelompok etnis mendiami Sulawesi Tengah, maka terdapat pula banyak perbedaan di antara etnis tersebut yang merupakan kekhasan yang harmonis dalam masyarakat. Mereka yang tinggal di pantai bagian barat kabupaten Donggala telah bercampur dengan masyarakat Bugis dari Sulawesi Selatan dan masyarakat Gorontalo. Di bagian timur pulau Sulawesi, juga terdapat pengaruh kuat Gorontalo dan Manado, terlihat dari dialek daerah Luwuk, dan sebaran suku Gorontalo di kecamatan Bualemo yang cukup dominan.
Ada juga pengaruh dari Sumatera Barat seperti nampak dalam dekorasi upacara perkawinan. Kabupaten Donggala memiliki tradisi menenun kain warisan zaman Hindu. Pusat-pusat penenunan terdapat di Donggala Kodi, Watusampu, Palu, Tawaeli dan Banawa. Sistem tenun ikat ganda yang merupakan teknik spesial yang bermotif Bali, India dan Jepang masih dapat ditemukan. Sementara masyarakat pegunungan memiliki budaya tersendiri yang banyak dipengaruhi suku Toraja, Sulawesi Selatan. Meski demikian, tradisi, adat, model pakaian dan arsitektur rumah berbeda dengan Toraja, seperti contohnya ialah mereka menggunakan kulit beringin sebagai pakaian penghangat badan.
Rumah tradisional Sulawesi Tengah
Terbuat dari tiang dan dinding kayu yang beratap ilalang hanya memiliki satu ruang besar. Lobo atau duhunga merupakan ruang bersama atau aula yang digunakan untuk festival atau upacara, sedangkan Tambi merupakan rumah tempat tinggal. Selain rumah, ada pula lumbung padi yang disebut Gampiri. Buya atau sarung seperti model Eropa hingga sepanjang pinggang dan keraba semacam blus yang dilengkapi dengan benang emas. Tali atau mahkota pada kepala diduga merupakan pengaruh kerajaan Eropa. Baju banjara yang disulam dengan benang emas merupakan baju laki-laki yang panjangnya hingga lutut. Daster atau sarung sutra yang membujur sepanjang dada hingga bahu, mahkota kepala yang berwarna-warni dan parang yang diselip di pinggang melengkapi pakaian adat.
Kesenian Masyarakat Sulawesi Tengah
Musik dan tarian di Sulawesi Tengah bervariasi antara daerah yang satu dengan lainnya. Musik tradisional memiliki instrume seperti suling, gong dan gendang. Alat musik ini lebih berfungsi sebagai hiburan dan bukan sebagai bagian ritual keagamaan. Di wilayah beretnis Kaili sekitar pantai barat – waino – musik tradisional – ditampilkan ketika ada upacara kematian. Kesenian ini telah dikembangkan dalam bentuk yang lebih populer bagi para pemuda sebagai sarana mencari pasangan di suatu keramaian. Banyak tarian yang berasal dari kepercayaan keagamaan dan ditampilkan ketika festival. Tari masyarakat yang terkenal adalah Dero yang berasal dari masyarakat Pamona, kabupaten Poso dan kemudian diikuti masyarakat Kulawi, kabupaten Donggala. Tarian dero khusus ditampilkan ketika musim panen, upacara penyambutan tamu, syukuran dan hari-hari besar tertentu. Dero adalah salah satu tarian dimana laki-laki dan perempuan berpegangan tangan dan membentuk lingkaran. Tarian ini bukan warisan leluhur tetapi merupakan kebiasaan selama pendudukan jepang di Indonesia ketika Perang Dunia II.
Di Sulawesi Tengah ini pengaruh seni kebudayaan asing dapat ditemukan yang berasal dari orang barat. Pengaruh kebudayaan asing adalah pengaruh kebudayaan yang datang dari luar, maka seiring dengan datangnya pengaruh ajaran islam, bidang kebudayaannya pun ikut mendapat pengaruh kebudayaan islam contohnya dalam seni membangun tempat ibadah atau masjid, dalam tata krama pergaulan, kesenian dan sebagainya. Juga pengaruh dari orang Bugis Makassar ikut memperkaya perkembangan kebudayaan di Sulawesi Tengah seperti dalam tata pemerintahan, bangunan rumah, adat kebiasaan, nama dan cara orang berpakaian, masakan dan sebagainya.
Begitu pula dengan datangnya ajaran islam yang di bawa oleh tokoh Datuk Karama dari Minangkabau ikut pula memperkaya kebudayaan kesenian di Sulawesi Tengah khususnya di lembah Kaili, pengaruh kebudayaan minang dalam bentuk nama seperti Ince, Dato. Alat kesenian seperti kakula, pemakaian panji dalam orang-orangan pada upacara adat, masakan, dan sebagainya.
Bahasa dan Tulisan yang di pakai Masyarakat Sulawesi Tengah
Gambaran umum tentang bahasa
Di daerah Sulawesi tengah dikenal cukup banyak bahasa daerah yaitu bahasa Kaili, Tomini, Pamona, Bada, Napu, Pipikoro, Mori, Toli-Toli, Buol, Saluan, Balantak, dan bahasa daerah Banggai. Tetapi diantara pemakai bahasa-bahasa daerah tersebut sebagian besar dapat saling mengerti satu sama lain.
Mengenai hubungan dengan bahasa tetangga juga saling mempengaruhi, hal ini dapat dilihat bahwa antara bahasa-bahasa yang dikenal di daerah ini dengan bahasa-bahasa di Sulawesi Selatan (Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja) ada persamaan kata-kata. {Adat Istiadat Daerah Sulawesi Tengah, Proyek Penelitian dan Pencatatan Departemen Pendidikan, 1977/1978: 22-23}
Agama Masyarakat Sulawesi Tengah
Penduduk Sulawesi Tengah sebagian besar memeluk agama Islam. Tercatat 72.36% penduduk memeluk agama Islam, 24.51% memeluk agama Kristen dan 3.13% memeluk agama Hindu dan Budha. Islam disebarkan di Sulawesi Tengah oleh Datuk Karamah, seorang ulama dari Sumatera Barat dan diteruskan oleh Said ldrus Salim Aldjufri – seorang guru pada sekolah Alkhairaat. Agama Kristen pertama kali disebarkan di kabupaten Poso dan bagian selatan Donggala oleh missioner Belanda A.C Cruyt dan Adrian.
Uraian di atas merupakan sedikit pengetahuan tentang kebudayaan di wilayah Sulawesi Tengah.
Kebudayaan dan kehidupan pada masyarakat
Di Kabupaten Buol atau Toli-Toli.
Kabupaten Buol atau Toli-Toli
Dengan wafatnya Raja Anoglipu atau Kuntu Amas, maka kabupaten Toli-Toli ini terbagi menjadi 4 bagian kerajaan lagi yang masing-masing raja nya sebagai berikut:
Kerajaan Tolongan dengan Raja Dai Parundu
Kerajaan Tulaki dengan Raja Pulili Dwuta
Kerajaan Bunobogu dengan Raja Umayah
Kerajaan Riau dengan Raja Ndulu
Setelah keempat raja di atas wafat maka atas persetujuan keempat jurusan atau golongan rakyat dengan Bokidu, diangkatlah Jogugu Bataralangit menjadi Parabis (wakil raja) dan memerintah keempat wilayah yang akhirnya di persatukan kembali.
Perkembangan
Bataralangit meninggal ±1540 diganti oleh anaknya yang bernama Eanto Moh. Tahir dengan gelar Madika Moputi. Dalam Baool Staat raja ini merupakan raja pertama dalam susunan raja-raja dan tinggal di Pinamula 1540-1595.
Hubungan Antar Negara
Pada masa pemerintahan Eato Mohammad Tohir sudah ada hubungan dengan Ternate. Dengan Ternate mungkin hubungannya sebagai daerah taklukan dari Ternate. Buktinya adanya penyerahan tongkat kerajaan di mana tongkat tersebut memakai inisial Sultan Ternate di bagian pangkalnya. Di samping itu Pombang Lipu bersahabat dengan raja-raja Bolaang Mongondow, Dolaan Itam, Kaidipan, dan Raja Gorontalo.
Dengan Gorontalo Eato Mohammad Tohir terikat hubungan keluarga. Hubungan kerajaan Toli-Toli dengan kerajaan Gorontalo karena terikatnya hubungan keluarga dengan menikahnya Ndain dengan Kurambu (putrid Toli-Toli).
Hubungan dangan Goa sebagai daerah taklukan di samping hubungan keluarga. (lihat sejarah atlas Moh. Yamin pada abad XVI-XVIII). Hubungan dengan Sigi sebagai keluarga dengan nikahnya keturunan Raja Toli-Toli, dengan Putri Sigi setelah Toli-Toli ditaklukan oleh Raja Sigi.
A. Penyelenggaraan Hidup dalam Masyarakat
1. Pemenuhan Kebutuhan
Pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan cara-cara pemenuhan kebutuhan dari zaman kuno. Untuk beberapa daerah sudah mulai di lakukan penanaman padi. Di Toli-Toli sudah mulai mengenal penanaman padi, yaitu pada tempat-tempat yang di genangi air. Mereka yang menanam di rawa belum mengetahui teknik pengaturan air hingga padi di tanamnya sampai tua tetap tergenang dalam air. Sudah mulai penanaman sagu (yang tadinya hanya tumbuh sendiri di hutan-hutan) dan kelapa yang sering dijadikan emas kawin. Mereka sudah mulai memelihara binatang ternak seperti ayam, anjing (untuk berburu), kerbau dan sapi. Di samping pertanian lading di beberapa tempat sudah mulai mengerjakan sawah. Juga berburu dan mengambil hasil hutan seperti rotan, dammar, untuk kebutuhan sendiri-sendiri.
2. Hubungan Antargolongan
Dalam masyarakat semakin jelas adanya kelompo-kelompok raja, bangsawan, orng merdeka, budak atau hamba. Hubungan antara golongan-golongan in di atur oleh adat yang sudah melembaga dalam masyarakat. Di Toli-Toli antara golongan Unbokilan dan Manuru sudah ada kerukunan. Tingkatan-tingkatan dalam masyarakat adalah sebagai berikut:
Keluarga Bangsawan di sebut golongan 12 Tua.
Keluarga Bangsawan Muda di sebut golongan 12 Muda, atau 8.
Keluarga orang biasa di sebu golongan 4.
Perbedaan atau pembagian lapisan masyarakat ini amat menonjol dan nyata sekali pada waktu adapt upacara-upacara perkawinan, kematian dan sebagainya.
B. Kehidupan Seni Budaya
1. Pendidikan
Masih tetap pendidikan tradisional diadakan dalam hubungan keluarga untuk membentuk watak, susila, dan ketrampilan dalam memenuhi keperluan hidup seperti misalnya pengetahuan dalam pengolahan tanah dan berburu.
Dengan cerita lisan dibina pembentukan watak anak untuk mengetahui tata susila, menjadi berani dan kesatria. Etiket dalam pergaulan dimana yang muda harus menghormati yang lebih tua, golongan bawah harus menghormati golongan atas (bangsawan), demikian pula sebaliknya bagaimana golongan bangsawan menghadapi golongan di bawahnya. Karena pada zaman baru ini telah terpengaruh ajaran islam yang sudah masuk ke Sulawesi Tengah (walaupun belum menyeluruh), maka mulai lah dalam lingkungan yang memeluk kepercayaan ini diadakan pelajaran mengaji Al-Qur’an dan cara pelaksanaan ibadah (syariah islam).
2. Kesenian
Pada umumnya agama sama dengan kesenian zaman kuno. Seni tari, musik, nyanyian yang pada umumnya diadakan dan dikaitkan dengan upacara penyembahan pada roh (tari sakral dan magis), di samping untuk pergaulan muda mudi disaat tertentu menurut adat. Dengan masuknya ajaran islam maka juga termasuk dalam seni ini yaitu seni bacaan Al-Qur’an dan dzikir diadakan pada saat-saat tertentu seperti pada bulan ramadhan, pada waktu kematian, selamatan, perkawinan, dan lainnya.
Upacara-upacara adat dalam pertanian.
Dalam bidang pertanian berlangsung upacara-upacara adat sejak membuka lading baru sampai upacara panen yang di sebut Adantane. Jiwa daripada upacara ini ialah laku perbuatan suci yang berisikan kepercayaan leluhur (nenek moyang) kepada yang dianggapnya penguasa tanah (To Manuru) yang memberikan kesuburan, keberhasilan, atau kegagalan. Dalam kontak dan komunikasi dengan penguasa itu diadakanlah upacara-upacara adat.
Upacara pembukaan ladang baru.
Upacara ini disebut Balia Tampilangi. Yang memimpin acara ini ialah petugas di bidang pertanian yang diangkat atau ditunjuk oleh masyarakat, sesuai fungsi atau jabatannya, yaitu: Ulu tumba-Panuntu-Pogane-Togura Ntane-Maradika tanah dan Suro. Kegiatan upacara ini dipusatkan di Bantaya yang di buat di daerah lokasi perkebunan baru.
Tata cara pelaksanaannya:
a. Motengge ntalu (memecahkan telur), yaitu telur masak yang dibawa oleh para petani. Yang berperan disini ialah Pogane (ahli mantra). Dengan hasil pemecahan telur tersebut akan diketahui atau sebagai suatu alamat bahwa usaha lading tersebut dapat berhasil atau gagal. Tanda-tanda kegagalannya kalau ada telur yang busuk, kosong atau lainnya yang menunjukan tanda-tanda tidak baik.
b. Mogane ridayo (membaca mantra-mantra dikuburan yang dianggap keramat). Semua bahan-bahan untuk keperluan upacara balia dibawa kekuburan.
§ Nantalu (mulai menebang hutan).
Selesai Mogane Ridayo, semua peserta kembali ke Bantaya. Di tempat iniTogura Ntalua telah membagi lokasi kebun atau lading baru untuk mereka olah masing-masing
§ Nolili Bane (upacara mengelilingi benih padi).
Mengelilingi benih padi yang akan ditanam dengan suatu upacara, yaitu membaca mantra-mantra dengan membuat tempat sesajianyang di sebut “suampela” (semacam kayu bercabang atau tiga batang kayu diikat bagian tengahnya untuk membuat tiang dan bagian atas atau cabang tempat menyimpan benda-benda sesajian).
§ Nobalia.
Selesai upacara diatas semua peserta harus pulang ke Bantaya. Di sini diadakan upacara balia di mana orang-orang yang kemasukan atau kesurupan makhluk-makhluk halus (topokoro balia) sudah siap.
§ Notuda (menanam benih).
Petugas-petugas adapt inti bersama-sama dengan anggotanya dan para petani menuju ke kebun untuk menanam benih pada hari yang telah ditentukan.
§ Upacara No unja Bosu.
Bila padi sudah mulai berisi para petugas adat berkumpul untuk mengadakan upacara No unja Bosu, (mengurus bagian padi yang sedang berisi). Demikian pula jagung yang mulai berisi. Kemudian upacara kunjungan ke kuburan keramat untuk berdoa (mengucapkan mantra-mantra) seperti waktu sebelum menanam benih atau bibit.
§ Upacara Nomparaya (mengadakan sesajian).
Dalam upacara ini disembelih seekor ayam. Darahnya diambil dan dibubuhkan pada padiyang tumbuh dari benih yang pertama kali ditanam. Juga diantar berbagai jenis makanan ke kuburan untuk sesajian yang diletakkan pada sebuah tempat dari kayu bercabangdengan diiring mantra-mantra, yang isinya sama dengan upacara diatas.
§ Modindi (upacarapuji-pujian).
Modindi yaitu suatu upacara puji-pujian kepada pemberi hasil dengan lagu dan syair-syair tertentu. Isi syair melukiskan asal usul padi atau jagung sampai pada proses pengolahannya.
§ No Kato (memetik padi).
Yang memetik padi pertama kali ialah dukun (sando yang dibarengi dengan mantra-mantra, disusul oleh para anggota lainnya yang mengikutiupacara cara pemetikan.
§ Acara Nopinji.
Padi yang dipanen belum dapat dimakan sebelum diadakan acara Nopinji, yaitu membawa sesajian kepada pemberi hasil. Sesajian tersebut ialah beras baru yang dimasak pertama kali di bawa ke kuburan keramat disertai mantra-mantra.
§ Nanjolo (pesta selamatan panen).
Mengadakan upacara makan-makan sebagai pesta pora dengan segala jenis macam makanan.
§ No Wunja.
No Wunja adalah suatu pesta upacara selamatan selesai panen secara masal dengan acara yang besar dan meriah pada lokasi di sekitar baruga (rumah adat). Jenis wunja ada tiga macam, tergantung dari maksud dan tujuannya, yaitu: -Untuk To Manaru – wunja kaleketi (wunja oge)
-Untuk Bone – wunja biasa (wunja rango-rango)
-Untuk Tampilangi – wunja bangunjaro
Bentuk wunja mana yang akan dilaksanakantergantung daripada hasil musyawarah di Bantaya.
2. Pakaian dan Perhiasan
Pakaian sehari-hari
Bahan-bahannya terdiri dari kulit kayu Nuru (pohon beringin), cara pembuatan kainnya dari kulit kayu yang bahannya dari kulit kayu Nunu. Cara pembuatannya adalah sebagai berikut:
v Menguliti kayu Nunu sebagai sumber bahan.
v Merebus kulit kayu tersebut sampai masak lalu di bungkus selama tiga hari.
v Di cuci dengan air untuk membersihkan getahnya dan biasanya menggunakan pula abu dapur.
v Kulit kayu tersebut di pukul dengan alat yang di sebut pola (bahannya dari batang enau) sampai mengembang dan melebar. Kemudian dipukul dengan alat yang bernama tinahi yang di buat dari batu yang agak kasar. Disini dapat disambung bahan yang satu dengan bahan yang lainnya agar menjadi lebar dan panjang, di susul dengan alat ike yang halus sampai bahan tersebut sudah menjadi sehelai kain yang panjangnya tiga sampai lima meter.
v Setelah menjadi kain kemudian di gantung untuk di anginkan (nillave)
v Sesudah kering dilipat untuk diratakan dengan pola tidak bergigi (niparondo) yaitu semacam setrika.
Pakaian upacara
Kalau pakaian sehari-hari terbuat dari kulit kayu Nunu (pohon beringin), maka khusus untuk pakaian upacara bahannya juga dibuat dari kulit kayu, tetapi kulit kayu dari kayu Ivo yang dapat menghasilkan kain kulit kayu yang lebih halus dan bermutu, dan lebih baik daripada yang terbuat dari kulit kayu Nunu. Kulit kayu Ivo setelah selesai pengolahannya menjadi kainyang warna dasarnya adalah putih. Cara pembuatanya sama dengan cara pembuatan kain kulit pohon Nunu.
Perhiasan sehari-hari
Baik laki-laki maupun perempuan jarang menggunakan perhiasan. Bagi perempuan cukup anting-anting, kalung dan gelang yang bahannya dari manik-manik yang disambung atau diikat satu sama lain.
Perhiasan-perhiasan saat upacara
Daun enau atau daun kelapayang dikeluarkan lidinya. Daun enau atau daun kelapa tersebut dianyam, dibentuk sesuai keinginan atau terurai begitu saja., dan fungsinya hanya sebagai dekorasi.
Selain itu juga dikenal dengan menggunakan alat dekorasi yaitu Mbesa, kain kulit kayu yang khusus dibuat dilengkapi hiasan-hiasan yang fungsinya hanya untuk hiasan (dekorasi) pada upacara-upacara tertentu.
3. Tempat Perlindungan atau Perumahan
– Sou adalah pondok yang didirikan di sekitar lading dan sawah.
– Lolu merupakan tempat yang dibuat khusus untuk berteduh.
– Kandepe adalah tempat untuk tinggal sementara
– Bente (benteng), yaitu dikenal pada zaman raja-raja
Rumah tempat tinggal
Rumah tinggal masyarakat Toli-Toli di Sulawesi Tengah, bentuknya rumah panggung segiempat panjang, bagian samping kiri atau kanan serta muka belakang memakai dinding, tidak mempunyai kamar hanya menggunakan sampiran dari kain kulit kayu Nunu.
Dalam membuat rumah tinggal baru diadakan berbagai upacara-upacara mendirikan rumah yaitu:
1. Upacara mendirikan rumah
Sebelum mendirikan rumah selalu di dahului dengan penelitian tanah untuk tempat dimana rumah itu akan didirikan. Tekhnik penelitian tanah itu sifatnya masih tradisional, antara lain dengan memasukan lidi ke dalam tanah atau memasukan ujung parang diiringi dengan mantra-mantra, dimana nanti akan nyata apakah tempat itu baik atau tidak baik sebagai lokasi perumahanpekerjaan penelitian tanah tersebut dilakukan oleh dukun yang khusus bertugas untuk itu. Jadi dukunlah yang berhak menentukan dimana sebaiknya rumah didirikan.
2. Melubangi tiang
Mendahului pelaksaannya dipilih hari baik, kemudian di undanglah para orang tua dan tukang yang akan membangun rumah itu. Dalam pertemuan tersebut diadakan sesajian dengan tujuan agar tiang rumah kuat, dan tahan lama serta merupakan persembahan bagi makhluk-makhluk halus di sekitar tempat bangunan itu.
3. Mendirikan rumah
Bilamana tiang-tiang telah selesai dilubangi seluruhnya, maka dicarilah suatu hari yang baik oleh para orang tua untuk menentukan hari mendirikan rumah. Untuk ini disediakan sesajian pula, yaitu:
– Tebu beberapa batang
– Pisang setadan
– Kelapa setangkai (beberapa buah)
– Jagung seikat
– Padi sebernas
– Kain putih satu meter
4. Menyelamati rumah
Upacara ini dilakukan kelak apabila sebuah bangunan rumah sudah selesai didirikan dan sebelumnya penghuni rumah menempatinya, sebagai upacara selamatan tanda pengucapan syukur dan kegembiraan atas selesainya bangunan rumah itu.
Hubungan ke Luar
Bentuk hubungan masyarakat Toli-Toli dengan luar daerah.
Pada tahun 1669 antara VOC (belanda) sudah ada bentuk hubungan dengan kerajaan-kerajaan Banawa, Tawaeli, Palu, Loli dan Sigi (selanjutnya disebut kerajaan-kerajaan Kaili).
Hubungan tersebut berbentuk hubungan dagang. Belanda (VOC) mengadakan kontrak pembelian emas. Disamping itu juga di ketahui adanya hubungan persahabatan dengan wakil penguasa Portugis di Ternate pada zaman pemerintahan Sultan Bato. Juga sudah ada hubungan dagang antara Toli-Toli dengan Maluku, Ujung Pandang, Ta Bara (Singapura), dan Malaka.
Masyarakat Toli-Toli mengadakan perdagangan bersama-sama pedagang-pedagang Bugis dengan menggunakan perahu layar. Dengan adanya hubungan dagang Sulawesi Tengah dengan daerah luarnya, maka sudah dikenal pemakaian mata uang sebagai alat jual beli.
Akibat Hubungan
Belanda membuat benteng atau loji di Parigi pada tahun 1770 dan di Lambunu. Pembuatan loji di Parigi dimaksudkan untuk mengawasi penambangan emas di Parigi, yang diusahakan oleh Nedherland Celebes Maatschappij. Tetapi tambang ini tak lama usianya. Produksinya merosot karena itu dianggap tidak sepadan penghasilan dengan ongkos atau yang dikeluarkan. Akibatnya pada tahun 1795 pendudukan atas Parigi dihapuskan dan sejak saat itu sampai kurang lebih tahun 1850 Belanda tidak menghiraukannya lagi. Tentang Pombang Lipu dari Toli-Toli dengan wakil Portugis di Ternate, dimana Pombang Lipu memberikan emas pada Portugis maka beliau dilantik oleh Portugis menjadi raja Toli-Toli pada tahun 1592. Pada abad XVII VOC mengadakan hubungan dengan Raja Toli-Toli yang sudah memeluk agama islam. Sultan Pondu yang sudah beragama islam di perintah memelihara babi, tapi Sultan Pondu memberontak atas perintah ini. Akibatnya beliau dibunuh dengan secara kejam oleh Belanda, beliau diikat pada dua ekor kuda yang kemudian kuda tersebut disuruh lari kea rah yang berlawanan sehingga badan sultan terbelah dua. Hukuman ini dilaksanakan di Manado.
Kebudayaan di Sulawesi Utara
Kebudayaan di Sulawesi Utara. Selain kaya akan sumber daya alam sulawesi utara juga kaya akan seni dan budaya yang diwariskan oleh nenek moyang. Berbagai seni dan budaya dari berbagai suku yang ada di provinsi sulawesi utara justru menjadikan daerah nyiur melambai semakin indah dan mempesona. Berbagai pentas seni dan budaya maupun tradisi dari nenek moyang memberikan warna tersendiri bagi provinsi yang terkenal akan kecantikan dan ketampanan nyong dan nona Manado.
Secara garis besar penduduk di Sulawesi Utara terdiri atas 3 suku besar yakni suku minahasa, suku sangihe dan talaud dan suku bolaang mongondow. Ketiga suku/etnis besar tersebut memiliki sub etnis yang memiliki bahasa dan tradisi yang berbeda-beda. Tak heran Provinsi Sulawesi Utara terdapat beberapa bahasa daerah seperti Toulour, Tombulu, Tonsea, Tontemboan, Tonsawang, Ponosakan dan Bantik (dari Suku Minahasa), Sangie Besar, Siau, Talaud (dari Sangihe dan Talaud) dan Mongondow, Bolaang, Bintauna, Kaidipang (dari Bolaang Mongondow)
Propinsi yang terkenal akan semboyan torang samua basudara (kita semua bersaudara) hidup secara rukun dan berdampingan beberapa golongan agama seperti Kristen, Katolik, Islam, Hindu, Budha dan Kong Hu Chu. Namun dari keaneka ragaman tersebut bahasa Indonesia masih menjadi bahasa pemersatu dari berbagai suku dan golongan.
Kebudayaan di Sulawesi Utara
Budaya mapalus. Mapalus merupakan sebuah tradisi budaya suku Minahasa dimana dalam mengerjakan segala sesuatu dilakukan secara bersama-sama atau gotong royong. Budaya mapalus mengandung arti yang sangat mendasar. Mapalus juga dikenal sebagai local Spirit and local wisdom masyarakat di Minahasa
Perayaan tulude. Perayaan tulude atau kunci taong (kunci tahun) dilaksanakan pada setiap akhir bulan januari dan diisi dengan upacara adat yang bersifat keagamaan dimana ungkapan puji dan syukur terhadap sang pencipta oleh karena berkat dan rahmat yang telah diterima pada tahun yang telah berlalu sambil memohon berkat serta pengampunan dosa sebagai bekal hidup pada tahun yang baru
Festival figura. Figura merupakan seni dan budaya yang diadopsi dari kesenian yunani klasik. Seni ini lebih dekat dengan seni pantomim atau seni menirukan laku atau watak dari seseorang tokoh yang dikenal atau diciptakan. Figura merupakan kesenian yang dapat menghadirkan dramaturgi pendek terhadap sosok atau perilaku tokoh-tokoh yang dianggap berperan dalam mengisi tradisi baik buruknya sosok dan watak seorang manusia. Oleh pemerintah kota Manado festival figura diselenggarakan dalam rangka pesta kunci taong layaknya perayaan tulude yang dilaksanakan oleh masyarakat sangihe
Toa Pe Kong atau Cap go meh. Seperti didaerah lainnya, perayaan/upacara ini juga rutin dilaksanakan di Sulawesi Utara apa terlebih di Kota Manado. Upacara ini dimeriahkan dengan atraksi dari Ince Pia yakni seorang yang memotong-motong badan dan mengiris lidah dengan pedang yang tajam serta menusuk pipi dengan jarum besar yang tajam akan tetapi si Ince Pia tidak terluka ketika
Pengucapan syukur. Pengucapan syukur merupakan tradisi masyarakat Minahasa yang mengucap syukur atas segala berkat yang telah Tuhan berikan. Biasanya pengucapan syukur dilaksanakan setelah panen dan dikaitkan dengan acara keagamaan untuk mensyukuri berkat Tuhan yang dirasakan terlebih panen yang dinikmati. Acara pengucapan syukur ini dilaksanakan setiap tahun oleh masyarakat suku Minahasa pada hari Minggu umumnya antara bulan Juni hingga Agustus. Saat pengucapan syukur hampir setiap keluarga menyediakan makanan untuk para tamu yang akan datang berkunjung apa terlebih makanan khas seperti nasi jaha dan dodol.
Itulah beberapa Kebudayaan di Sulawesi Utara yang hingga kini masih rutin dilaksanakan dan dilestarikan oleh masyarakat di Provinsi Sulawesi Utara
-Semoga Bermanfaat-
No comments:
Post a Comment